Rabu, 07 Juli 2010

Riwayat Kerinduan

Al-Mubarrid menyebutkan dari Abu Kamil dari Ishaq bin Ibrahim dari Raj’a bin Amr An-Nakha’I, ia berkata, “Adalah di Kufah, terdapat seorang pemuda tampan, ia kuat beribadah dan sangat rajin. Suatu saat ia mampir berkunjung kekampung dari Bani An-Nakha’. Dia melihat seorang wanita cantik sehingga ia jatuh cinta dan kasmaran. Ternyata si wanita ini pun demikian juga. Karena sudah terlanjur jatuh cinta, akhirnya pemuda itu mengutus seseorang untuk melamarnya. Tetapi si ayah mengabarkan bahwa putrinya telah berjodoh dengan sepupunya. Walau demikian, cinta keduanya tidak bisa padam bahkan semakin berkobar.

Si wanita akhirnya mengirim pesan lewat seseorang untuk si pemuda, bunyinya, ‘Aku telah tahu betapa besar cintamu kepadaku, dan betapa besar pula aku diuji dengan kamu. Bila kamu setuju, aku akan mengunjungimu atau aku akan mempermudah jalan bagimu untuk datang menemuiku dirumahku.’ Dijawab oleh pemuda tadi melalui orang suruhannya, ‘Aku tidak setuju dengan kedua alternatif itu, ... sesungguhnya aku takut kepada siksa hari yang besar, jika aku mendurhakai Tuhanku. (yunus: 15). Aku takut pada api yang tidak pernah mengecil nyalanya dan tidak pernah padam kobarannya.

Ketika disampaikan pesan tadi kepada si wanita, dia berkata, ‘Walau demikian, rupanya dia masih takut kepada Allah? Demi Allah, tidak ada orang yang lebih berhak untuk bertakwa kepada Allah dari orang lain. Semua hamba sama-sama berhak untuk itu.’

Kemudian dia meninggalkan urusan dunia dan menyingkirkan perbuatan-perbuatan buruknya serta mulai beribadah mendekatkan diri kepada Allah. Akan tetapi dia masih menyimpan perasaan cinta dan rindu kepada sang pemuda. Tubuhnya mulai kurus dan kurus menahan rindu, sampai akhirnya dia meninggal karenanya. Dan pemuda itu sering kali berziarah ke kuburnya, dia menangis dan mendoakannya. Suatu waktu dia tertidur di atas kuburnya. Dia bermimpi bertemu dengan kekasihnya dengan penampilan yang sangat baik. Dalam mimpi dia sempat bertanya, ‘Bagaimana keadaanmu? Dan apa yang kau dapatkan setelah meninggal?’

Dia menjawab, ‘Sebaik-baik cinta wahai orang yang bertanya, adalah cintamu. Sebuah cinta yang dapat menggiring menuju kebaikan.’ Pemuda itu bertanya, ‘Jika demikian ke manakah kau menuju?’ Dia menjawab, ‘Aku sedang menuju pada kenikmatan dan kehidupan yang tak berakhir. Di surga kekekalan yang dapat kumiliki dan tidak akan pernah rusak.’ Pemuda itu berkata, ‘Aku harap kau selalu ingat padaku di sana, sebab aku di sini juga tidak melupakanmu.’ Dia menjawab, ‘Demi Allah, aku tidak akan melupakanmu. Dan aku meminta kepada Tuhanku dan Tuhanmu (Allah Swt.) agar kita nanti bisa dikumpulkan. Maka bantulah aku dalam hal ini dengan kesungguhanmu dalam ibadah.’ Si pemuda bertanya, ‘Kapan aku bisa melihatmu?’ Jawab si wanita: Tidak lama lagi kau akan datang melihat kami.’ Tujuh hari setelah mimpi itu berlalu, si pemuda dipanggil oleh Allah menuju kehadirat-Nya." 

World Clock