Kamis, 08 Agustus 2013

Silaturrahim Ba’da Lebaran: Menyenangkan dan Mengenyangkan


Puji syukur senantiasa kita panjatkan kepada Allah swt, atas segala nikmat yang telah dianugerahkan-NYA. Shalawat serta salam pun senantiasa terlimpah curah kepada Nabi Muhammad saw beserta keluarga, sahabat dan tabi’it-tabi’in hingga kepada kita semua selaku pengikutnya sampai yaumil akhir. Amien InsyaAllah.

Berbicara tentang nikmat, salah satu dari sekian banyak nikmat terbesar yang Allah anugerahkan kepada kita diantaranya ialah nikmat bersilaturrahim. Silaturrahim merupakan nikmat yang terkadang tidak kita sadari manfaatnya baik secara langsung ataupun tidak langsung. Padahal, silaturrahim sendiri merupakan suatu hal yang sifatnya wajib bagi kita yang mengaku sebagai insan sosial. Insan yang menghargai hidup dan makhluk hidup dalam lingkaran kehidupan. Kita dulu dilahirkan, kemudian hidup dan menjalani kehidupan. Hidup tidak hanya untuk beribadah kepada Allah swt, atau bahasa kerennya Hablum minallah saja. Hubungan kita secara vertikal dengan sang Maha Pencipta. Allah menciptakan kita lengkap dengan pernak-perniknya. Tentunya jika kita sadari, sesungguhnya ada alasan lain dibalik penciptaan manusia yang beraneka suku, ras dan warna. Pun dengan keberadaan kita ditengah-tengah makhluk Allah yang beraneka ragam diseluruh dunia. Walaupun memang tujuan Allah menciptakan makhluk-NYA tidak lain dan tidak bukan memang untuk beribadah. Tetapi perlu disadari kembali, ibadah disini masilah bersifat umum maknanya. Dalam Al Qur’an pun Allah tidak hanya menyebutkan shalat_sebagai perwujudan hubungan kita dengan Allah secara langsung_sebagai ibadah utama kita, akan tetapi selalu disambung dengan perintah menunaikan zakat. Dan zakat inilah yang menjadi perwujudan takwa kita kepada Allah melalui kepedulian kita terhadap sesama serta fungsi kita sebagai manusia yang mengasihi manusia lainnya. Intinya, apapun macam aktivitas kita, jika hal demikian disandarkan hanya kepada Allah, insyaAllah semuanya akan bernilai ibadah. Nah, begitu pula dengan aktivitas kita yang satu ini, bersilaturrahim.

 Sudah menjadi hakikat kita sebagai makhluk sosial untuk senantiasa bergaul dengan lingkungan sekitar, bersilaturrahim mengikat tali persaudaraan, agar senantiasa dapat mewujudkan suatu tatanan hidup yang harmonis antar sesama makhluk. Hablum minannaas istilahnya. Suatu hubungan horizontal kita dengan sesama. Bayangkan jika kita sebagai makhluk individu yang tidak pernah mau bersilaturrahim dengan makhluk-makhluk disekitar kita. Niscaya, hidup akan terasa hampa dan menderita. Tidak ada yang peduli dan memperhatikan kita. Di dunia yang luas ini serasa tidak ada tempat untuk kita berbagi permasalahan meskipun hanya sekedar bercerita. Miris jika hal itu benar-benar sampai terjadi. Oleh karenanya, silaturrahim menjadi suatu syarat mutlak kita untuk hidup dan menjadi makhluk hidup di dunia ini. Tanpa berpanjang lebar lagi, berikut akan coba saya ceritakan pengalaman saya terkait hikmah dan manfaat bersilaturahim.

Dimulai dari pulang kampung (mudik). Sedikit berbicara tentang pulang kampung, nampaknya pulang kampung sudah menjadi suatu tradisi dan kewajiban bagi sebagian orang, terutama bagi mereka para pendatang atau para perantau dinegeri orang. Tidak ada batasan waktu sebenarnya bagi mereka yang ingin pulang kampung. Tidak ada syarat khusus pula bagi mereka yang ingin melaksanakan niatan tersebut. Toh pada kenyataannya sah-sah saja bagi mereka yang hendak pulang kampung dihari-hari biasa atau disaat libur pekan sekalipun. Namun, biasanya kebanyakan orang mengagendakan untuk pulang kekampung halamannya ketika hendak menjelang libur Ramadhan tiba. Terutama bagi mereka yang sudah menetap disuatu tempat baru dalam kurun waktu yang cukup lama. Alasan utama mereka untuk pulang kampung biasanya ialah untuk melepas rasa rindu setelah sekian lama tidak bertemu dengan sanak keluarga dikampung, sekaligus silaturahim dengan tetangga atau bahkan bertemu dengan kawan lama semasa TK, SD, SMP maupun SMA.

Berbicara pulang kampung, bagi saya sendiri mudik atau pulang kampung bukanlah hal yang serius untuk diagendakan seperti halnya sebagian orang. Hampir setiap pulang kampung_sampai saat ini pun_saya tidak memiliki cerita-cerita unik, lucu, sedih, atau pahit sekalipun selama perjalanan mudik yang saya lakukan, yang bisa saya bagikan kepada kawan-kawan atau keluarga dirumah. Semuanya berjalan seperti biasa, seiring dengan lalu-lalang pengguna jalan dan perjalanan bus yang saya tumpangi. Ya, mengalir begitu saja. Hampir tiap bulannya atau tiga minggu sekali saya selalu pulang kampung atau lebih sederhananya saya bilang pulang ke rumah. Daerah tempat asal saya tinggal yang tidak cukup jauh dengan daerah yang saya tinggali sekarang ini menjadi alasan utamanya. Saya tinggal di daerah persawahan diutara pantai Tangerang, tepatnya di desa Gintung Kecamatan Sukadiri Kabupaten Tangerang. Sementara selama kuliah, saya tinggal di daerah Babakan Lio (Balio) Kelurahan Balumbang jaya Kabupaten Bogor Barat, tepat di lingkungan sekitar kampus IPB Darmaga tempat dimana saya menuntut ilmu sekarang. Jarak Bogor–Tangerang yang tidak cukup jauh_sekitar tiga sampai empat jam perjalanan_menjadikan mudik hanya sebagai aktivitas dan rutinitas yang biasa-biasa saja, ya nothing special  lah.

Terlepas dari realitas mudik yang saya alami. Silaturahim tahun ini menjadi silaturahim paling berkesan bagi saya. Untuk pertama kalinya saya bisa berkumpul bersama dengan teman-teman saya, teman-teman satu daerah tentunya. Padahal sudah tiga tahun lebih kami kuliah ditempat yang sama. Tapi baru sekali ini kami bisa berkumpul bersama, saling men-jaulah-i tempat tinggal saya dan mereka. Ya, mungkin salah satu penyebabnya karena kesibukan kami masing-masing yang membatasi kesempatan kami untuk berkumpul bersama meski hanya sekedar berbagi cerita dan tawa.

Aang, Aziz, Mulyadi, Roni, Fajar, Syahrir, Cira dan Lina. Mereka adalah teman-teman seperjuangan saya di IPB. Setelah kurang lebih tiga tahun mengenal mereka, baru kemarin saya bisa berkunjung langsung kerumah mereka. Mengetahui kondisi keluarga dan tentunya kondisi ekonomi mereka. Serta yang paling utama adalah dapat mengenal dan menyambung tali silaturahim dengan keluarga mereka. Maklum, daerah saya memang daerah yang memiliki tingkat pendapatan menengah kebawah. Mata pencaharian warga kami pun rata-rata hanya sebagai petani sawah, sisanya buruh pabrik dan tidak sedikit pula dari meraka adalah para pekerja serabutan dan bahkan pengangguran. Walaupun sebenarnya ada juga dari warga kami yang telah “berada” dari segi materi dan tentunya jumlah mereka sudah pasti terhitung oleh jari. Ya, mereka hanya sebagai pencilan dari rataan kondisi ekonomi masyarakat didaerah saya. Diluar kondisi itu semua, saya menemukan suatu kebahagiaan yang mungkin tidak bisa dicari ataupun dibeli hanya dengan bermodalkan materi. Keramahtamahan, kerukunan, dan kesederhanaan serta semangat berbagi mereka menjadi penilaian dan kebanggaan tersendiri bagi saya. Memang benar orang bilang, kebahagiaan itu tidak bisa diukur dengan materi. Materi hanya sebagian kecil dari indikator kebahagiaan, namun bukan menjadi hal yang utama dan diprioritaskan.

Dari teman-teman saya, saya belajar arti sebuah kesederhanaan dan kebersamaan. Hal itu dibuktikan ketika saya berkunjung kerumah mereka satu persatu. Melihat kondisi keluarga dan rumah mereka, jujur saya takjub sekaligus bangga bisa mengenal mereka. Sama sekali tidak ada perasaan minder, malu ataupun sejenisnya terlihat dari wajah mereka, hal itu tertutupi oleh rasa kesyukuran mereka dalam menerima segala karunia dari Allah swt. Dan yang membuat saya lebih bangga lagi adalah tentang kedermawanan mereka. Ternyata, meskipun teman-teman saya hidup serba apa adanya, mereka tetap selalu memprioritaskan dan memuliakan setiap tamu yang datang. Satu pelajaran lagi yang bisa saya ambil hikmahnya. Dari satu rumah kerumah yang lain, pasti selalu disuguhkan makanan. Tidak hanya makanan ringan seperti kue-kue lebaran tapi bahkan makanan berat pun mereka suguhkan. Tak ayal jika sepulang silaturrahim dari rumah teman-teman saya, saya begitu merasa kekenyangan. Jika diawal silaturahim perut saya terasa keroncongan, sepulang silaturahim perut saya malah terasa kekenyangan. Ya, silaturrahim ba’da lebaran memang silaturrahim yang menyenangkan dan mengenyangkan. Alhamdulillah.

Nah kawan, cukup sampai disini sekelumit kisah pribadi yang sedikit-banyak mungkin bisa diambil hikmahnya, baik oleh diri pribadi maupun kawan-kawan sekalian. Benar sekali apa yang diucapkan oleh Nabi, “Silaturrahim mendekatkan kepada Rizki”. Hal ini tentunya sudah saya rasakan sendiri. Indah rasanya jika dunia ini dipenuhi dengan berbagai macam warna. Warna-warni kehidupan tanpa mempermasalahkan setiap perbedaan. Lebih indah lagi jika warna tersebut saling “bersilaturrahim”, saling bersatu membentuk satu kesatuan, saling erat-mengeratkan membentuk indahnya warna pelangi kehidupan. Hingga terpancar semburat warna me-ji-ku-hi-bi-ni-u dalam background  langit biru muda yang berkolaborasi dengan indahnya senyum jingga keemasan sang surya diufuk timur bumi Indonesia. Saya yakin, dan InsyAllah semua itu bisa!


Rabu, 07 Agustus 2013

Sebuah Pengakuan


"Al Insaan huwal makaanul khatta’ wan nishyaan...”
(Manusia adalah tempatnya salah dan lupa)

          Malam ini, masih disini dan masih terjaga. Entah kenapa dinginnya hawa malam dan rasa kantuk yang sedari tadi menggelayuti pelupuk mata, kini terasa hilang begitu saja. Hampir sejam diri ini termenung. Melamun, menerawang, mengawang dalam ruang pikiran. Sambil kedua tangan setia menopang kepala yang seakan terasa berat tertambah beban maksiat. Berat karena berbagai permasalahan ada didalam. Berat memikirkan segala macam amanah yang diemban dengan segala macam pertanggungjawaban, yang kelak diminta dihari pembalasan dihadapan Tuhan. Ada sebongkah permasalahan yang tertanam dalam fikiran, ada segudang perasaan bersalah dalam hati yang terasa semakin membuncah. Rasanya,, sudah biasa jika hal ini muncul tiba-tiba. Tapi, kali ini terasa berbeda, entah dimana letak perbedaanya dengan perasaan sebelumnya. Hingga pada akhirnya, diujung sedih yang semakin menjadi. Berlinanglah buliran air mata, meruah dipuncak lamunan dalam kesunyian malam. Membasahi pipi yang sedari tadi menjadi tumpuan kedua tangan.        

          Sambil air mata ini mengalir, sambil itu pula hati ini senantiasa beristighfar, mengalun pelan diperkuat dengan iringan lagu syahdu nan sendu, “I’tiraf”. Sebuah syair tentang pengakuan (I’tiraf) diri seorang hamba kepada Sang Maha Pencipta atas segala salah dan dosa yang senantiasa diperbuat. Sebuah syair yang dapat membius hati, bahkan menstimulus rasa duka dan hina ketika sang hamba berhadapan dengan Pencipta-Nya. Duka karena belum bisa menjadi hamba yang bertakwa, hina karena senantiasa berbuat dosa. Yaa Allah yaa ‘Aziiz, sungguh lemah hamba dihadapan-Mu, tak kuat diri ini memikul beratnya dosa-dosa hamba.

Ilaahi lastu lilfirdausi ahlan
(Wahai Tuhan, ku tak layak ke Syurga-Mu) 
Walaa aqwaa 'alannaaril jahimi
(Namun aku tidak sanggup ke Neraka-Mu) 
Fahabli taubatan waghfir dzunuubi
(Terimalah taubatku dan ampuni segala dosaku) 
Fa innaka ghoofiruddzambil 'adziimi
(Sesungguhnya Engkaulah pengampun dosa-dosa besar) 

Dzunuubi mitslu a'daadir rimaali
(Dosa-dosaku bagaikan pepasir di pantai) 
Fahablii taubatan yaa dzaljalaali
(Terimalah taubatku Wahai Tuhan yang Maha Tinggi) 
Wa'umrii naaqishun fiikulliyaumi
(Dan usiaku berkurang setiap hari) 
Wa dzambii zaa-idum kaifahtimali
(Dan dosaku pula bertambah setiap masa) 

Ilaahi 'abdukal 'aashi ataak
(Tuhanku, hamba-Mu yang sering melakukan maksiat telah datang kepada-Mu) 
Muqirron biddzunuubi waqod da'aak
(Senantiasa Berbuat dosa, dan sesungguhnya telah berdoa kepada-Mu) 
Fa in taghfir fa anta lidzaaka ahlun
(Jika Kau ampunkan, maka itu hak-Mu) 
Wa in tadrud faman narjuu siwaaka
(Dan jika Kau tinggalkan, maka siapa lagi yang hendak kami harapkan seperti-Mu)

          Meresapi syair, memaknai arti diri disetiap dzikir. Sungguh... Seketika itu pula diri ini terdiam, dan tiba-tiba terbesit dalam fikiran, “Bagaimana jika malam ini adalah malam terakhir hamba? Sementara diri ini masih senantiasa berbuat dosa?” Umur yang semakin berkurang, namun dosa-dosa malah semakin bertambah. Ya Allah, begitu bergelimangannya dosa yang telah hamba lakukan. Dosa-dosa kepada-Mu maupun kepada sesama makhluk-Mu. Sementara diri ini masih belum bisa bertaubat dengan sebenar-benarnya taubat, memohon ampun kepada-Mu dan kepada seluruh makhluk-Mu yang pernah tersakiti maupun disakiti, baik fisiknya, fikirannya atau bahkan hatinya.

          Akhii... Ukhtiii... Sahabat sekalian, rasanya banyak sekali kealpaan yang telah diri ini lakukan. Sakit yang kalian derita atas tingkah dan laku diri ini mungkin sudah tak tertahankan lagi. Pilu yang menyayat qolbu atas ucapan yang pernah terlontar mungkin saja sudah terobati, tapi bekas luka yang timbul mungkin tak kan pernah hilang, sampai kapanpun. Oleh karenanya, diri ini menghaturkan maaf sedalam qolbu. Sebagaimana diri ini pernah pula menanam luka didalam qolbu.

"Pintu ampunan Allah akan senantiasa terbuka bagi hamba-hambanya yang bertaubat atas segala maksiat yang telah diperbuat."

          Namun, sangat diri ini sadari bahwa ampunan Allah takkan sampai kehadapan, jika kalian tak memaafkan. Karena keikhlasan kalian dalam memaafkan adalah kunci diri ini mendapat ampunan. Maafkan dari segala khilaf dan salah wahai sahabat sekalian, atas segala dosa yang telah diri ini lakukan. Sesal yang timbul bukan karena mengenal kalian, tapi karena diri ini tak pandai memanfaatkan kesempatan. Kesempatan untuk membahagiakan kalian, walau hanya sekedar melihat senyuman dari wajah kalian.


'Afwan.....
Sabtu, 1:30 am
Sya'ban 20, 1434 H

Sabtu, 02 Oktober 2010

Selamat Tinggal Da’wah!


Buat apa berda’wah jika hanya kepada “dia” kita memberi taushyiah? Buat apa berda’wah jika hanya kepadanya kita mengingatkan untuk shalat tahajud? Buat apa da’wah jika dihati kita hanya ada seorang mad’u? Buat apa da’wah jika hanya seorang yang membutuhkan kita? So, jika saat ini kita terserang Virus Merah Jambu, tidur saja di kamar. Bayangkan wajahnya! Buat puisi sebanyak-banyaknya tentang dia! Persetan dengan aktivitas rapat yang melelahkan! Persetan dengan rekruitmen kader yang menyita waktu dan tenaga! Mending pikirkan saja si dia. Penuhi kebutuhannya! Dan selamat! kamu akan sukses menjadi manusia yang egois!

Jangan pernah berkata DUNIA MEMBUTUHKAN SAYA! Jika kenyataanya, kita hanya memikirkan dia. Jangan pernah memikirkan ummat, jika dalam benak kita hanya berisi pertanyaan: apa makanan dan minuman kesukaannya? Apa warna kesukaannya? Siapa teman terdekatnya? Berapa ukuran sepatunya? Apa hobinya? Lewat mana dia kalau berangkat kuliah? Kemana dan kapan dia membeli kebutuhan bulanannya? Bahkan mencoba menghafalkan jadual kuliahnya!

Demikianlah dahsyatnya Virus Merah Jambu jika sudah menyerang kita. Kita tidak akan sempat memikirkan orang lain, karena dalam hati kita hanya ada seseorang. Kita akan tenggelam dalam lamunan demi lamunan yang membius seluruh aktivitas kita. Dan jika virus ini sudah sangat parah, kita pasti pingsan dibuatnya.

Untuk kamu para aktivis da’wah simaklah kata-kata mutiara di bawah ini yang saya dapatkan dari prayoga.net (sebagian telah saya edit).

Ya Muqollibal Qulub Tsabbit qolbi ‘alad diinik…
Ya Muqollibal Qulub Tsabbit qolbi ‘alad da’watik…

Love is a give (Cinta adalah berkah)…
Bahkan salah seorang Ikhwah mengatakan:
Love is the essence of life (Cinta adalah inti sari kehidupan)…
Cinta Allah yang membuat bumi ada…
Cinta Allah yang membuat sang surya bersinar…
Cinta antar manusia yang membuat hidup tenteram dan nyaman…
Ketika kita mencintai, tidak ada kata pamrih disana…
Yang ada hanya memberi tanpa mengharap menerima…

Mirip seperti itulah hakikat menjadi da’i…
Dia harus siap mengorbankan hidup dan matinya demi da’wah…
Dia selalu memberi untuk islam, tanpa mengharapkan menerima untuk setiap kerja da’wahnya…
Itulah ikhlas…
Siap menjadi jundi dan pada saat yang sama siap menjadi qiyadah…
Siap mengeluarkan uang untuk da’wah…
Siap mengeluarkan tenaga untuk da’wah…

Bahwa hubungan ikhwan dan akhwat aktivis da’wah adalah seperti saudara…
Cukup sampai disana…
Kalaupun terjadi gangguan hati yang  merupakan sunnatullah akibat adanya interaksi,
Tidak akan melebihi taraf SIMPATI antar kader
Kecuali Allah memberikan kesempatan padanya untuk menyelesaikan setengah agamanya…
Jika Allah telah menentukan jodoh untuk kita, bahkan sebelum kita lahir,
Mengapa kita takut menjadi perawan tua atau jejaka jomblo…?

Masih panjang langkah da’wah kita…
Masih begitu banyak lahan da’wah yang belum kita jamah…
Ada satu hal yang akan datang dengan sendirinya pada Kamu, yaitu jodoh…
Sehingga jangan sampai hal ini membuat kita ragu akan janji Allah pada kita…
Jangan sampai da’wah kita berpenyakit hanya karena masalah ini...

Sangat cengeng dan kekanak-kanakan,
Bila sampai ada aktivis da’wah yang terjangkiti hal ini (VMJ: Virus Merah Jambu)…
Da’wah adalah sesuatu yang suci…
Qod aflaha man zakkaha (Beruntunglah orang yang membersihkan diri)…
Wa qod khoba man dassaha (Dan celakalah orang yang mengotori dirinya)…
Sehingga orang yang berhak dan akan bertahan dalam jalan ini,
Adalah orang yang niat ikhlas membersihkan dirinya…

Dia ikut tarbiyah dengan keikhlasan,
Bukan karena ingin menikah dengan akhwat A atau B
Dia beraksi dan berdemonstrasi untuk menyuarakan yang haq di depan penguasa yang zholim…
Bukan ingin ketenaran…

Dia berda’wah ingin menuju Jannah-Nya,
Bukan ingin mendapatkan jabatan, fans atau lainnya…
Ingat ikhwan wa akhwat fillah,
Seperti disampaikan Ust. Amirudin:
Untuk ikhwan…
Bila kamu istiqomah di jalan da’wah ini,
Bidadari telah menanti kamu di syurga nanti…
Untuk akhwat…
Bila kamu istiqomah di jalan da’wah ini,
Kamu lebih baik dari bidadari yang terbaik yang ada di syurga…
Kebenaran hakiki hanya milik Allah…
Dan di yaumil qiyamah kelak akan ditentukan kebenaran akan hal-hal yang kita perdebatkan…

Insya Allah…




Quoted from:
“Apa kata Dunia, Jika Akhwat Jatuh Cinta?” By: Muhsin Suny M

10 Pribadi Muslim

Bismillaahirrahmaanirrahiim...

Al-Qur'an dan Sunnah merupakan dua pusaka Rasulullah Saw yang harus selalu dirujuk oleh setiap muslim dalam segala aspek kehidupan. Satu dari sekian aspek kehidupan yang amat penting adalah pembentukan dan pengembangan pribadi muslim. Pribadi muslim yang dikehendaki oleh Al-Qur'an dan sunnah adalah pribadi yang shaleh, pribadi yang sikap, ucapan dan tindakannya terwarnai oleh nilai-nilai yang datang dari Allah Swt. Persepsi masyarakat tentang pribadi muslim memang berbeda-beda, bahkan banyak yang pemahamannya sempit sehingga seolah-olah pribadi muslim itu tercermin pada orang yang hanya rajin menjalankan Islam dari aspek ubudiyah, padahal itu hanyalah salah satu aspek yang harus lekat pada pribadi seorang muslim. Oleh karena itu standar pribadi muslim yang erdasarkan Al-Qur'an dan sunnah merupakan sesuatu yang harus dirumuskan, sehingga menjadi acuan bagi pembentukan pribadi muslim. Bila disederhanakan, sekurang-kurangnya ada sepuluh profil atau ciri khas yang harus lekat pada pribadi muslim.

1. Salimul Aqidah
Aqidah yang bersih (salimul aqidah) merupakan sesuatu yang harus ada pada setiap muslim. Dengan aqidah yang bersih, seorang muslim akan memiliki ikatan yang kuat kepada Allah Swt dan dengan ikatan yang kuat itu dia tidak akan menyimpang dari jalan dan ketentuan-ketentuan-Nya. Dengan kebersihan dan kemantapan aqidah, seorang muslim akan menyerahkan segala perbuatannya kepada Allah sebagaimana firman-Nya yang artinya: 'Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku, semua bagi Allah Tuhan semesta alam' (QS 6:162). Karena memiliki aqidah yang salim merupakan sesuatu yang amat penting, maka dalam da'wahnya kepada para sahabat di Makkah, Rasulullah Saw mengutamakan pembinaan aqidah, iman atau tauhid.

2. Shahihul Ibadah
Ibadah yang benar (shahihul ibadah) merupakan salah satu perintah Rasul Saw yang penting, dalam satu haditsnya; beliau menyatakan: 'shalatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku shalat.' Dari ungkapan ini maka dapat disimpulkan bahwa dalam melaksanakan setiap peribadatan haruslah merujuk kepada sunnah Rasul Saw yang berarti tidak boleh ada unsur penambahan atau pengurangan.

3. Matinul Khuluq
Akhlak yang kokoh (matinul khuluq) atau akhlak yang mulia merupakan sikap dan prilaku yang harus dimiliki oleh setiap muslim, baik dalam hubungannya kepada Allah maupun dengan makhluk-makhluk-Nya. Dengan akhlak yang mulia, manusia akan bahagia dalam hidupnya, baik di dunia apalagi di akhirat. Karena begitu penting memiliki akhlak yang mulia bagi umat manusia, maka Rasulullah Saw ditutus untuk memperbaiki akhlak dan beliau sendiri telah mencontohkan kepada kita akhlaknya yang agung sehingga diabadikan oleh Allah di dalam Al-Qur'an, Allah berfirman yang artinya: 'Dan sesungguhnya kamu benar-benar memiliki akhlak yang agung' (QS 68:4).

4. Qowiyyul Jismi
Kekuatan jasmani (qowiyyul jismi) merupakan salah satu sisi pribadi muslim yang harus ada. Kekuatan jasmani berarti seorang muslim memiliki daya tahan tubuh sehingga dapat melaksanakan ajaran Islam secara optimal dengan fisiknya yang kuat. Shalat, puasa, zakat dan haji merupakan amalan di dalam Islam yang harus dilaksanakan dengan fisik yang sehat atau kuat, apalagi perang di jalan Allah dan bentuk-bentuk perjuangan lainnya. Oleh karena itu, kesehatan jasmani harus mendapat perhatian seorang muslim dan pencegahan dari penyakit jauh lebih utama daripada pengobatan. Meskipun demikian, sakit tetap kita anggap sebagai sesuatu yang wajar bila hal itu kadang-kadang terjadi, dan jangan sampai seorang muslim sakit-sakitan. Karena kekuatan jasmani juga termasuk yang penting, maka Rasulullah Saw bersabda yang artinya: 'Mu'min yang kuat lebih aku cintai daripada mu'min yang lemah' (HR. Muslim).

5. Mutsaqqoful Fikri
Intelek dalam berpikir (mutsaqqoful fikri) merupakan salah satu sisi pribadi muslim yang penting. Karena itu salah satu sifat Rasul adalah fatonah (cerdas) dan Al-Qur'an banyak mengungkap ayat-ayat yang merangsang manusia untuk berpikir, misalnya firman Allah yang artinya: Mereka bertanya kepadamu tentang, khamar dan judi. Katakanlah: 'pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya.' Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: 'Yang lebih dari keperluan.' Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berpikir (QS 2:219). Di dalam Islam, tidak ada satupun perbuatan yang harus kita lakukan, kecuali harus dimulai dengan aktivitas berpikir. Karenanya seorang muslim harus memiliki wawasan keislaman dan keilmuan yang luas. Bisa kita bayangkan, betapa bahayanya suatu perbuatan tanpa mendapatkan pertimbangan pemikiran secara matang terlebih dahulu. Oleh karena itu Allah mempertanyakan kepada kita tentang tingkatan intelektualitas seseorang sebagaimana firman-Nya yang artinya: Katakanlah: samakah orang yang mengetahui dengan orang yang tidak mengetahui, sesungguhnya orang-orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran (QS 39:9).

6. Mujahadatun Linafsihi
Berjuang melawan hawa nafsu (mujahadatun linafsihi) merupakan salah satu kepribadian yang harus ada pada  diri seorang muslim, karena setiap manusia memiliki kecenderungan pada yang baik dan yang buruk. Melaksanakan kecenderungan pada yang baik dan menghindari yang buruk amat menuntut adanya kesungguhan dan kesungguhan itu akan ada manakala seseorang berjuang dalam melawan hawa nafsu. Oleh karena itu hawa nafsu yang ada pada setiap diri manusia harus diupayakan tunduk pada ajaran Islam, Rasulullah Saw bersabda yang artinya: Tidak beriman seseorang dari kamu sehingga ia menjadikan hawa nafsunya mengikuti apa yang aku bawa (ajaran islam) (HR. Hakim).

7. Harishun 'ala Waqtihi
Pandai menjaga waktu (harishun ala waqtihi) merupakan faktor penting bagi manusia. Hal ini karena waktu itu sendiri mendapat perhatian yang begitu besar dari Allah dan Rasul-Nya. Allah Swt banyak bersumpah di dalam Al-Qur'an dengan menyebut nama waktu seperti wal fajri, wad dhuha, wal asri, wallaili dan sebagainya. Allah Swt memberikan waktu kepada manusia dalam jumlah yang sama setiap, Yakni 24 jam sehari semalam. Dari waktu yang 24 jam itu, ada manusia yang beruntung dan tak sedikit manusia yang rugi. Karena itu tepat sebuah semboyan yang menyatakan: 'Lebih baik kehilangan jam daripada kehilangan waktu.' Waktu merupakan sesuatu yang cepat berlalu dan tidak akan pernah kembali lagi. Oleh karena itu setiap muslim amat dituntut untuk memanaj waktunya dengan baik, sehingga waktu dapat berlalu dengan penggunaan yang efektif, tak ada yang sia-sia. Maka diantara yang disinggung oleh Nabi Saw adalah memanfaatkan momentum lima perkara sebelum datang lima perkara, yakni waktu hidup sebelum mati, sehat sebelum sakit, muda sebelum tua, senggang sebelum sibuk dan kaya sebelum miskin.

8. Munazhzhamun fi Syu'unihi
Teratur dalam suatu urusan (munzhzhamun fi syuunihi) termasuk kepribadian seorang muslim yang ditekankan oleh Al-Qur'an maupun sunnah. Oleh karena itu dalam hukum Islam, baik yang terkait dengan masalah ubudiyah maupun muamalah harus diselesaikan dan dilaksanakan dengan baik. Ketika suatu urusan ditangani secara bersama-sama, maka diharuskan bekerjasama dengan baik sehingga Allah menjadi cinta kepadanya. Dengan kata lain, suatu urusan dikerjakan secara profesional, sehingga apapun yang dikerjakannya, profesionalisme selalu mendapat perhatian darinya. Bersungguh-sungguh, bersemangat dan berkorban, adanya kontinyuitas dan berbasih ilmu pengetahuan merupakan diantara yang mendapat perhatian secara serius dalam menunaikan tugas-tugasnya.

9. Qodirun 'alal Kasbi
Memiliki kemampuan usaha sendiri atau yang juga disebut dengan mandiri (qodirun alal kasbi) merupakan ciri lain yang harus ada pada seorang muslim. Ini merupakan sesuatu yang amat diperlukan. Mempertahankan kebenaran dan berjuang menegakkannya baru bisa dilaksanakan manakala seseorang memiliki kemandirian, terutama dari segi ekonomi. Tak sedikit seseorang mengorbankan prinsip yang telah dianutnya karena tidak memiliki kemandirian dari segi ekonomi. Karena itu pribadi muslim tidaklah mesti miskin, seorang muslim boleh saja kaya raya bahkan memang harus kaya agar dia bisa menunaikan haji dan umroh, zakat, infaq, shadaqah, dan mempersiapkan masa depan yang baik. Oleh karena itu perintah mencari nafkah amat banyak di dalam Al-Qur'an maupun hadits dan hal itu memiliki keutamaan yang sangat tinggi. Dalam kaitan menciptakan kemandirian inilah seorang muslim amat dituntut memiliki keahlian apa saja yang baik, agar dengan keahliannya itu menjadi sebab baginya mendapat rizki dari Allah Swt, karena rizki yang telah Allah sediakan harus diambil dan mengambilnya memerlukan skill atau ketrampilan.

10. Naafi'un Lighoirihi
Bermanfaat bagi orang lain (nafi'un lighoirihi) merupakan sebuah tuntutan kepada setiap muslim. Manfaat yang dimaksud tentu saja manfaat yang baik sehingga dimanapun dia berada, orang disekitarnya merasakan keberadaannya karena bermanfaat besar. Maka jangan sampai seorang muslim adanya tidak menggenapkan dan tidak adanya tidak mengganjilkan. Ini berarti setiap muslim itu harus selalu berpikir, mempersiapkan dirinya dan berupaya semaksimal untuk bisa bermanfaat dalam hal-hal tertentu sehingga jangan sampai seorang muslim itu tidak bisa mengambil peran yang baik dalam masyarakatnya. Dalam kaitan inilah, Rasulullah saw bersabda yang artinya: sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain (HR. Qudhy dari Jabir). Demikian secara umum profil seorang muslim yang disebutkan dalam Al-Qur'an dan hadits, sesuatu yang perlu kita standarisasikan pada diri kita masing-masing.

Quoted From: Drs. H. Ahmad Yani

World Clock